Lynell Bookstore

Sudahkah pesta demokrasi Indonesia menerima orang-orang dengan disabilitas netra?

Sudahkah pesta demokrasi Indonesia menerima orang-orang dengan disabilitas netra?

Karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyediakan template braille untuk memfasilitasi pemilih disabilitas netra, masih ada kekurangan dalam pelaksanaannya. Apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hal-hal di masa mendatang?

Sebelum M. Hamid Basuki menunaikan hak pilihnya dalam Pemilu 2024 pada 14 Februari silam, petugas tempat pemungutan suara (TPS) bergurau kepadanya, “Pak, jangan nyontek ya, Pak.”

Hamid, yang berusia 47 tahun dan mengajar musik di SLB Lebak Bulus, bersama istrinya Mareti Dewi Pamungkasih (47) dan putri semata wayang mereka, Farida Nurdina, berangkat ke TPS.

Mareti dan Hamid tidak memiliki anak. Kedua orang menyatakan bahwa mereka telah beradaptasi dengan lingkungan lokal di abangrock.com kompleks perumahan Vila Gading Emas di Depok, Jawa Barat. Oleh karena itu, jangan ragu untuk menyapa mereka dan bercanda dengan mereka.

Dina, yang membantu Hamid dan Mareti, diinstruksikan untuk mencoblos oleh petugas yang sama.

Selain itu, mereka menyediakan template braille, atau huruf timbul, untuk membantu penyandang tunanetra memilih.

Hamid deg-degan saat memilih. Dia percaya bahwa penting untuk memberikan perhatian yang lebih besar kepada individu dengan tunanetra.

Layanan yang kami terima dalam kehidupan sehari-hari harus ditingkatkan. Hamid, yang telah bekerja sebagai guru seni sejak tahun 2003, mengatakan bahwa hal itu juga berlaku untuk lapangan pekerjaan.

Untuk Mareti, yang kehilangan penglihatannya pada usia 7 tahun, layanan kesehatan harus menjadi prioritas utama.

Mareti mengatakan bahwa penyandang disabilitas tunanetra tidak mendapatkan prioritas dalam layanan kesehatan.

Jika kondisi kita tidak terlalu memburuk, tidak masalah untuk mengantre. Namun, jika kita sakit lagi, itu akan lebih merugikan.

Dina, yang baru pertama kali memilih, mengatakan masih banyak petugas kesehatan yang tidak peduli dengan disabilitas. Dia sudah memilih untuk kedua orang tuanya pada pemilu sebelumnya.

Saya pernah dilarang masuk ke ruang perawatan dan saya mengatakan, “Tapi kan ibu saya tunanetra.” Lalu mereka bertanya, “Apa itu tunanetra?” “Oh, tidak bisa melihat?” aku bertanya.

Ada beberapa tempat kesehatan yang masih tidak ramah terhadap orang dengan disabilitas. Masih terlalu pendiam. Itu kurang di beberapa tempat. Untuk ke depannya, ini harus menjadi bahan evaluasi.

Dina juga berharap presiden baru akan memberi perhatian lebih besar pada penyandang disabilitas.

Apa yang diperlukan untuk memilih seorang penyandang tunanetra?

Untuk kertas suara pemilihan presiden dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), KPU menyediakan template dengan huruf braille. Untuk surat suara anggota Dewan Perwakilan

Hamid dan Mareti bilang template braille membantu mereka mencoblos. Sayangnya, karena distribusi yang buruk, mereka merasa huruf braille pada template kurang jelas karena kertasnya terhimpit.

Karena tidak ada template untuk surat suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, pendamping, seperti Dina, harus memberi tahu pemilih secara verbal agar tidak salah memilih.

Mardi Heriyanto, 40, yang tinggal di Ciracas, Jakarta Timur, mengalami hal yang sama.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart